Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Halaman

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 11 Oktober 2008

Sistem Pendidikan yang Membingungkan

Menjadi orang baru di derah yang benar-benar baru buat seseorang adalah hal yang sangat sulit. Perlu semacam adaptasi dan ketangguhan mental. Sudah seminggu aku tingal di kota Jogja pada sebual lembaga pendidikan yang mempunyai akar pemikiran yang berbeda dengan pondasi dasarku. Lembaga ini merupakan anak harapan dari salah satu organisasi yang didirikan A. Dahlan 1921 yang silam. Corak pendidikannya mengacu pada orientasi persyarikatan, sehingga bagiku terasa kaku dan tidak memberikan ruang untuk berkreatifitas, terutama bagiku yang sebelumnya memang hidup pada ranah lembaga pendidikan yang menghendaki kreatifitas.

Untuk sementara aku hanya bisa bersimpuh dan melihat aktifitas laju pendidikan yang diterapkan di lembaga yang aku singgahi tersebut. Banyak hal yang terasa benar-benar tidak mencerminkan sebuah pendidikan yang sebenarnya. Pendidikan yang seharusnya memberikan pencerahan, kebebasan dan kemerdekaan malah tambah mengekang dan mengebiri gerak pemikiran siswa-siswanya. Kondisi ini yang menjadikan diriku sedikit terbelalak menaha n perahan dari sebuah sistem yang mengigit. Aku menyadari semua ini adalah warna hidup yang merupakan bagian dari sebuah kekayaan sistem pendidikan yang berada di sekitarku.

Aku memilih lembaga ini bukan untuk menambah sadisnya gigitan, tapi aku ingin menciptakan keharmonisan yang memberikan ruang dinamika bagi para siswanya, khususnya siswa yang menjadi tanggung jwabku. Sebenarnya adalah hal yang sulit namun sulit bukan berarti tidak bisa dajajal. Untuk sementara gerakku hanya sebatas mengenalakan kalau opsi dari sistem yang mereka gunakan bukanlah sistem yang memeberikan kenyamanan. Salah contoh dari sadisnya sengatan sistem yang mengikat ini adalah terkungkungnya gerak dari laju pendidikan yang tertumpu pada gari-garis persyarikatan, sehingga untuk kemaslahatan umat dengan kemajemukan budaya dan kebiasaan masyarakat lembaga ini tidak bisa memberikan apa-apa. Artinya produk dari lembaga ini hanya untuk kelompoknya saja bukan untuk masyarakat umum.

Untuk sementara aku menambatkan hidupku pada lembaga ini hanya sebatas profesi saja dan kelanjutan hidup. Rupiah yang menjadi sorotanku, tapi jauh di lubuk hati kejernihan sebaga i seorang manusia normal yang dilatarbelakangi jiwa mu'allim aku ingin lebih dari sekadar pengais rupiah. Aku ingin menempatkan sebuah motivasi suci di bagian kesibukanku untuk beribadah kepada-Nya.

Senin, 06 Oktober 2008

TITIAN AWAL LEPAS IDUL FITRI-KU

Perjalanan yang cukup melelahkan sekaligus mengasyikkan buatku. Di hari ke-4 setelah hari kemenangan lepas dari bulan suci, aku kembali mengembara meniti angan yang sempat tergantungkan tak kurang dari setengah bulan menunggu panggilan dari lembaga Mu'allimien Muhammadyah Jogjakarta. Hari itu aku berangkat dari tanah kelahiranku menuju Jogja tongkrongan beradu nasib dengan ribuaan bahkan mungkin sampai jutaan manusia. Aku memenuhi panggilan pimpinan Mu'allimien sebagai jawaban atas lamaranku untuk menjadi tenaga pengajar di lembaga tersebut.
Cukup senang dengan panggilan tersebut, karena ternyata anganku untuk menikmati gemuruhnya kota Gudeg ini bisa terulang lagi, bahkan akan menjadi kampung halaman baruku untuk beberapa waktu ke depan. Aku datang jogja ini sebenarnya menggendong berbagai macam cita, mulai dari finansial sampai pada melanjutkan studi S2 di perguruan tinggi terkenal di kota Jogja ini. Namun hal itu untuk smentara hanya sebuah angan yang kenyataannya masih perlu perjuangan dan keseriuasan dari diriku.
Jogja terkenal dengan kota pendidikan dengan beratus-ratus perguruan tingginya. Orang sepertiku hanya manusia kecil yang terbungkus dengan kebodohan sehingga sering kali aku berkecil hati dengan keadaan latar belakang pendidikanku yang di dapat dari sebuah kampung di pulau Madura sana. Aku kira perasaan seperti ini sesuatu yang biasa dialami oleh orang pertama di kota ini. Lambat laun perasan ini aku harapkan bisa terbuang jauh ke jurang dalam yang tak terjangkau, sehingga aku terlepas dari purtus asa. Aku harus berani tampil dengan kedirianku. Aku harus jadi pejantan sejati yang memiliki banyak potensi untuk meraih cita-cita kecilku tadi. Tuhan tunjukkanlah aku menuju keridlaan-Mu...!!!!