Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Halaman

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 07 Maret 2012

PESANTREN SEBAGAI PENDIDIKAN ISLAM UTAMA DI INDONESIA (I)

Prolog
Islam selalu memberikan solusi yang terbaik untuk kehidupan, namun kenyataannya umat Islam sendiri malah menjadi umat yang terbelakang dari berbagai sisi. Hal ini tentu sangat berlawanan dengan berbagai konsep dan ajaran yang ditawarkan Islam. Islam dengan sejumlah ajarannya yang menawan seakan hanya mampu menyuguhkan kekayaan wacana yang belum bisa terejawantahkan ke dalam dunia riil. Jika boleh ditarik pada batas pengertian yang lebih sederhana, umat Islam secara keseluruhan baru mampu mengelaborasi dalam bentuk kajian saja tapi belum bisa melahirkan tindak konstributif-produktif dalam kehidupan nyata. More talk and less action....

Ketertinggalan itu terus menggiring umat ini semakin jauh dari idealitas dan cita-cita dari ajaran Islam. Idealitas yang dimaksudkan jika merujuk pada ajaran al-Qur’an adalah “khoiru ummah”. Khoiru ummah yang dimaksudkan adalah umat yang unggul dalam berbagai sektor seperti ekonomi, politik, dan peradaban secara keseluruhan. Tetapi untuk mewujudkan hal tersebut tentu bukan hal yang mudah untuk kondisi yang terjadi seperti saat ini. Perlu adanya langkah konkret dan efektif untuk mengurai benang kusut persoalan umat ini. Sebagai bentuk konkret untuk problem besar yang melilit umat harus dimulai dari hal-hal yang sifatnya sangat filosofis-fundamental. Salah satu hal yang mungkin bisa dibilang sebagai persoalan fundamental adalah persolan pendidikan. Pendidikan tidak bisa dibilang sebagai sektor sekunder dalam persoalan umat, karena dari pendidikan inilah kemudian melahirkan banyak kreasi yang bermunculan di tengah-tengah umat. Kreasi itu bisa berupa tindakan konkret dalam bentuk porfesi-profesi yang digeluti oleh individu umat ini, tetapi yang jauh lebih fundamental dari itu adalah pola pandang atau pradigma yang dianut oleh umat.

Selain hal di atas, pendidikan merupakan pintu utama transformasi yang dimungkinan bisa dilakukan untuk kondisi yang seperti ini. Untuk itulah, media ini harus betul-betul bisa digarap lebih serius dengan terus memantapkan idealitas dan cita-cita Islam agar bisa dikenyam dengan baik oleh para penerus tonggak estafeta umat ke depan. Tetapi bila melihat kondisi riil dari pendidikan Islam di Indonesia secara keseluruhan masih belum sepenuhnya konsisten mentransmisi ajaran yang semestinya diterima oleh para peserta didik. Untuk suatu kondisi yang cukup miris misalnya, kondisi pendidikan Islam di Indonesia banyak dicumbui oleh naluri-naluri materalistik-dektruktif yang terus menggususr nilai-nilai dasar. Sebagai contoh, guru-guru di sejumlah lembaga pendidikan Islam menengah (MTs-MA) banyak disibukkan dengan pemenenuhan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai sertifikasi tenaga kependidikan (guru). Kebijakan tersebut walau tidak sepenuhnya berdampak buruk, tapi sedikit banyak menggeser nilai keikhlasan yang dimiliki guru yang kemudian berhaluan pada pemenuhan materi. Hal itu karena apa yang dilakukan oleh para guru baru hanya pada pemenuhan administratif-birokratis yang berimabal materi untuk guru, bukan pada kualitas kompetensi yang bertujuan peningkatan kualitas pendidikan secara universal.

Sejatinya standarisasi kualitas guru yang dicanangkan oleh pemerintah adalah terobosan baru dengan harapan kualitas pendidikan bisa lebih baik lagi. Tetapi dibalik terobosan gemilang tersebut selalu ada problem yang menguntit yang juga harus diantisipasi oleh pemerintah. Salah satu hal yang harus diantisipasi oleh pemerintah adalah lunturnya keikhlasan yang kemudian tergantikan oleh orientasi materi yang pada kenyataannya akan memberikan dampak lebih buruk pada kualitas pendidikan di Indonesia. Pendidikan Islam sebagai bagian yang tak terpisahkan dari program dan kebijakan pemerintah tersebut tentu tidak boleh terlalu larut dengan orientasi materi jangka pendek tersebut. Pendidikan Islam harus bisa menemukan formulasinya sendiri guna tujuan jangka panjang yaitu membangun umat yang unggul (khoiru ummah).

Pesantren dan Karakteristiknya
Idealitas serta tujuan jangka panjang yang terurai pada pembahasan di atas harus betul-betul harus bisa dipahami sepenuhnya oleh para guru. Pemahaman tersebut hanya bisa dipahami dan diamalkan secara konsisten jika terbentuk suatu sistem atau formulasi tersendiri yang pemantauannya bisa dilakukan secara kolektif dan berkesinambungan. Salah satu sistem yang bisa mewadahi idealitas, cita-cita dan tujuan jangka panjang tersebut adalah sistem pendidikan Pesantren. Dalam hal ini pesantren diyakini menjadi sistem pendidikan utama yang mampu mengawetkan idealitas dan harapan-harapan jangka panjang Islam secara khusus. Jika melihat dari sisi kesejarahan, pesantren telah memainkan perannya cukup gemilang dalam membentuk karakter bangsa ini. Selain dari itu, pesantren mau tidak mau, diakui atau tidak merupakan sistem pendidikan asli dari bangsa ini. Karakter yang diajarkan didalamnya begitu cukup melekat dengan kondisi, budaya yang berkembang di Indonesia. Nilai-nilai yang dijarkan di dalamnya tidak hanya bernuansa Islami tetapi juga sangat Indonesiawi. Pola integralisasi nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan inilah yang menjadikan pesantren harus terus diperjuangkan keberadaannya guna melawan cumbuan materalistik pada sejumlah lembaga pendidikan di negeri ini.

Sistem pendidikan pesantren yang dimaksudkan bukan pada kegiatan dan tingkatan pendidikan secara formal, akan tetapi pada tatanan nilai yang semestinya dimiliki oleh setiap pendidikan yang berlebel Islam. Misalnya, dalam pesantren ada nilai keikhlasan, begitu juga yang semestinya juga ada dalam sistem pendidikan Islam secara umum. Keikhlasan ini menjadi urat nadi dari segala aktifitas dan tindakan pendidikan yang ada dalam pesantren. Ikhlas dalam arti memberikan segala upaya dan usaha untuk suatu kegiatan pendidikan yang bertujuan membangun kualiatas peserta didik yang unggul tanpa mempertimbangkan imbalan materi dari proses pendidikan tersebut. Imbalan, gaji dan sejenisnya dalam dunia pesantren sama sekali bukan bagian orientasi seorang guru, ustadz atau kiyai dalam pesantren. Persoalan materi bukan yang utama, walau secara jujur proses pendidikan itu sendiri juga sangat memerlukan materi. Keperluan terhadap materi jangan sampai mempengaruhi tranmisi nilai yang harus ditanamkan pada peserta didik. Persoalan materi adalah persoalan yang berbeda dengan persoalan pendidikan, persooalan tersebut berada pada persoalan ekonomi yang merupakan ruang lingkup sendiri yang terpisah dari proses transmisi nilai.

Bila melihat secara umum kondisi pendidikan di negeri ini memang mempunyai persoalan dengan materi. Satu sisi banyak orang beranggapan materi mempunyai peranan cukup penting dalam melangsungkan proses pendidikan. Anggapan ini tentu bukan hal yang salah, namun akan menjadi sangat keliru jika kebutuhan terhadap materi tersebut menindih dan menggusur hal-hal yang prinsip dalam pendidikan. Pesantren dalam hal ini kembali menyuguhkan satu prinsipnya dan nilai dasarnya yang berupa kemandirian. Nila mandiri inilah yang menjadikan pesantren tidak menempatkan materi sebagai hal yang utama. Bentuk kemandirian yang dikembangkan oleh pesantren bergam bentuknya, bisa berupa usaha-usaha yang dikelola oleh pesantren baik itu berbentuk jasa ataupun usaha dagang lainnya. Secara keseluruhan kebutuhan materi dalam dunia pesantren tidak pernah dibebankan sepenuhnya kepada para peserta didik, namun nafas dan gerak proses pendidikan yang berhubungan dengan materi diambilakan dari bentuk-bentuk usaha dagang yang dikembangkan pesantren. Inilah salah satu kemandirian yang mestinya juga harus diadopsi oleh lembaga pendidikan Islam lainnya.

Dua nilai itulah merupakan bagian dari lima nilai-nilai dasar pesantren (keihklasan,kemandirian,jiwa bebas,ukhuwah islamiyah, kesederhanaan) yang menjadi karateristik pesantren dalam menjalan pendidikan. Lima nilai dasar kepesantrenan ini banyak digunakan oleh sejumlah pesantren seperti Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Pondok Pesantren Nurul Bayan Lombok Utara dan beberpa pondok pesantren lainnya yang berorientasi pada pemurnian peelaksanaan pendidikan Islam secara kaffah.

Epilog
Sebagai penutup dari refleksi singkat pendidikan yang pertama ini, penulis ingin menyampaikan bahwa pada hakikatnya pendidikan Islam harus mampu memisahkan antara tujuan dan sarana. Keduanya mempunya wadah tersendiri, kepentingan-kepentingan yang sifatnya penunjang tidak boleh menggusur hal-hal yang sifatnya primer. Lebih dari itu segala hal yang berbau matereilistik harus-harus benar dijauhkan dari gerak laju pendidikan Islam. Selamat berefleksi.....